Perempuan Afghanistan Penuh Ketakutan di Bawah Kekuasaan Taliban

Pemerintahan pertama Taliban lebih dari 20 tahun yang lalu ditandai dengan kebrutalan terhadap perempuan seperti pemenggalan, hukuman rajam sampai mati, dan paksaan untuk mengenakan burka.

Setelah kelompok militan itu digulingkan dari kekuasaan, perempuan Afghanistan mengalami kemajuan - menjadi menteri, walikota, hakim, dan petugas polisi. Kini, mereka menghadapi ketidakpastian.

 

Perlu perjuangan dan pengorbanan

Jurnalis perempuan duduk bersama seorang pejabat tinggi untuk wawancara bukanlah berita di banyak tempat di dunia.

Namun mengingat riwayat penindasan brutal Taliban terhadap perempuan, banyak yang terkejut ketika salah satu pejabat tingginya, Mawlawi Abdulhaq Hemad, setuju untuk diwawancarai oleh penyiar Tolo News, Behesta Arghand.

Wawancara pada Selasa lalu (17/08) mematahkan tradisi lain: itu pertama kalinya seorang pemimpin Taliban melakukannya di studio televisi.

Namun meskipun Taliban telah menunjukkan berbagai kelonggaran, Arghand masih menyimpan keraguan.

"Mereka bilang, `kami tidak punya masalah dengan perempuan Afghanistan. Kami mendukung pekerjaan mereka` ... Tetapi saya takut," ujarnya kepada BBC setelah wawancara tersebut.

Arghand mengatakan lingkungan di studionya di Kabul, dan kota itu sendiri, telah berubah.

Ia tak lagi bebas mengobrol dengan para tamunya tentang isu-isu kontroversial. Ia memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Saat ini, mereka tidak menunjukkan reaksi tetapi kita harus waspada. Saya sangat waspada."

 

 

Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, Taliban memerintah Afghanistan dengan interpretasi kaku dari Syariah, atau hukum Islam, dan melarang televisi, musik, dan film.

Bertahun-tahun setelah mereka digulingkan, puluhan jaringan televisi dan lebih dari 170 stasiun radio FM didirikan.

Menyusul kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan, beberapa saluran televisi berhenti menayangkan pembaca berita perempuan dan bahkan mengganti acara-acara politik dengan diskusi tentang teologi Islam.

Lihat Juga

Namun karena tidak ada tindakan dari Taliban, banyak saluran televisi telah kembali ke jadwal normal.

 

Perempuan AfghanistanGetty ImagesBeberapa perempuan Afghanistan mencemaskan masa depan mereka.

Dalam konferensi pers baru-baru ini, Taliban - yang sekarang memerintah lebih dari 39 juta orang - bahkan mengatakan bahwa perempuan akan dibolehkan untuk bersekolah dan bekerja "di dalam kerangka hukum Islam".

Namun di banyak tempat, militan menghentikan perempuan yang pergi ke tempat kerja. Beberapa perempuan mengatakan kepada BBC bahwa mereka diam di rumah karena takut.

Arghand kembali bekerja karena ia merasa perlu ada di ruangan berita pada momen yang sangat penting ini.

"Saya berkata pada diri sendiri, pergilah... Ini waktu yang sangat penting bagi perempuan Afghanistan."

 

Beheshta Arghand berbicara kepada BBCBBCBeheshta Arghand khawatir akan sulit menjadi jurnalis yang independen di bawah kekuasaan Taliban.

Dalam perjalanan ke kantor ia disetop oleh petempur Taliban yang bertanya mengapa ia bepergian sendiri dan tidak ditemani oleh kerabat laki-laki seperti yang diatur hukum Syariah.

"Kami tidak berada dalam situasi yang baik. Kami tahu ini tidak baik bagi perempuan Afghanistan. Harus ada perjuangan dan pengorbanan demi kepentingan generasi masa depan."

 

Tidak seperti terakhir kali mereka berkuasa

Seorang perempuan yang berprofesi sebagai ginekolog dan bekerja di rumah sakit di Kabul berkata kepada BBC pekerjaannya tidak terganggu oleh kekacauan politik.

"Saya pergi ke tempat kerja setelah tiga hari. Situasinya normal," kata sang dokter, yang tidak ingin disebut namanya.

Belum ada Komentar untuk "Perempuan Afghanistan Penuh Ketakutan di Bawah Kekuasaan Taliban"

Posting Komentar