Apoteker DKI Timbun Obat PNS Puskesmas Kaltim Palsukan PCR
Oknum apoteker dan perawat di Jakarta disebut terkait kasus penimbunan dan permainan harga obat terapi Covid-19. Sementara, oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Puskesmas di Samarinda dibekuk terkait pemalsuan hasil tes swab dan surat vaksin.
Dalam kasus penimbunan obat, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakanpihaknya turut menangkap 22 pelaku lain, selain oknum apoteker dan perawat.
"Modus perawat yang bermain dia mengambil sisa obat pasien Covid yang meninggal dunia. Jadi ada pasien Covid yang dirawat kemudian ada pasien yang meninggal dunia obatnya dikumpulkan," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu (4/8).
Selain mengumpulkan obat sisa, para pelaku juga membeli obat dengan menggunakan resep palsu. Ini bisa dilakukan dengan bantuan dari oknum apoteker tersebut.
Setelah obat terkumpul, para pelaku lalu menjualnya dengan harga tinggi atau di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Nanti kalau sudah terkumpul dia mainkan harganya, karena kita tahu obat ini sangat diperlukan masyarakat," ucap Yusri.
Dari tangan para pelaku, polisi berhasil menyita sebanyak 6.964 butir obat dan 27 botol vial obat terapi Covid-19 berbagai merek.
Antara lain, Avigan Favipiravir 200 mg, Actemra 80 mg, Fluvir Oseltamivir 75 mg, Azithromycin 500 mg, serta Ivermectin 12 mg.
Obat itupun dijual dengan harga yang terbilang tinggi oleh pelaku. Untuk Avigan Favipiravir 200 mg dijual Rp200 ribu, padahal HETnya seharga Rp22.500.
Lalu, Fluvir Oseltamivir 75 mg dijual Rp100 ribu dari HET Rp26.000, Azithromycin 500 mg dijual Rp13.500 padahal HET Rp1.700, dan Ivermectin 12 mg tablet dijual Rp75.000 dari HET Rp7.500.
Bahkan, untuk Actemra 80 mg/4 ml dijual dengan harga Rp40 juta, padahal HET hanya Rp1.162.200.
Dalam kesempatan yang sama, Diresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa menuturkan pihaknya akan berkoordinasi dengan kejaksaan, BPOM, dan Kementerian Kesehatan terkait barang bukti yang disita dari pelaku.
"Agar dapat dilakukan diskresi kepolisian untuk dapat tetap didistribusikan kepada masyarakat dengan harga di bawah HET," ucap Mukti.
Puluhan pelaku, termasuk oknum apoteker dan perawat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dijerat Pasal 196 dan atau Pasal 198 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 juncto Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Sementara itu, seorang oknum PNS disebut menjadi bagian sindikat pemalsu hasil swab Polymerase Chain Reaction (PCR) dan surat vaksin Covid-19.
Dalam kasus ini, sembilan tersangka ditangkap dalam rentan waktu 29 Juli hingga 2 Agustus.

Wakapolresta Samarinda AKBP Eko Budiarto mengatakan penangkapan itu berdasarkan pengembangan dari laporan petugas Bandara APT Pranoto Samarinda, Kamis (29/7).
"Petugas bandara melakukan pengecekan kelengkapan surat pada tiap calon penumpang pesawat. Pada hari itu, ada satu penumpang yang terbukti membawa surat keterangan vaksin dan surat PCR palsu dengan kode batang yang tidak terdaftar," katanya, Rabu (4/8/2021).
Dari hasil pemeriksaan penumpang tersebut, ada sembilan orang yang terjaring. Salah satunya berstatus PNS di sebuah puskesmas di Kota Samarinda.
Masing-masing pelaku yang diamankan yaitu, Hoiriyeh, M Holik, Hosein, Thoriq, Herdy Saputra, Yudi Adi Riawan, Hamran, Rulian Wardana, dan Sugeng Raharjo.
"Mereka merupakan sindikat pemalsu surat vaksin dan hasil PCR. SR yang merupakan PNS, sengaja mengambil kartu vaksin di meja petugas puskesmas dan menggandakan dalam jumlah banyak kemudian dijual melalui perantara," jelasnya.
Dari sembilan orang yang ditangkap, sebagian merupakan pelaku pemalsu hasil swab PCR dan sisanya adalah pemalsu kartu vaksin. Harga jual surat vaksin dan hasil PCR negatif dibandrol dari 800 ribu hingga 1,2 juta rupiah.
Pelaku dijerat Pasal 236 Ayat 1 dan 2 subsider Pasal 268 Ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman ema tahun penjara.
(dis/yov/pmg)[Gambas:Video CNN]
Belum ada Komentar untuk "Apoteker DKI Timbun Obat PNS Puskesmas Kaltim Palsukan PCR"
Posting Komentar